MUHAMMAD BIN SIRRIN
IMAM DALAM ILMU DAN WARO’
Beliau
adalah Abu Bakr Muhammad bin Sirin al-Anshari, ayah beliau yaitu Sirin adalah
Abu Amrah maula (bekas budak) Anas bin Malik radhiyallaahu
‘anhu sang pelayan Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah
ayahanda beliau Abu Amrah Sirin al-Anshari dibebaskan dari perbudakan lalu
tampaklah keinginan pada diri beliau untuk menyempurnakan separuh agamanya,
maka mulailah ia mencari seorang wanita yang akan menjadi pendampingnya hingga
jatuhlah pilihan beliau pada seorang wanita mulia maula (bekas
budak) Abu Bakr ash-Shiddiqradhiyallaahu ‘anhu, dialah Shafiyyah seorang
wanita cantik nan cerdas yang dikenal memiliki akhlak yang tinggi dan sangat
dicintai oleh para ummahatul mukminin terlebih-lebih Ibunda ‘Aisyah radhiyallaahu
‘anhaa.
Maka
segeralah Sahabat Abu Bakr radhiyallaahu ‘anhu mencari berita
tentang agama dan akhlak sang peminang (Sirin-red), seperti layaknya seorang
ayah yang hendak menikahkan putrinya. Hingga Anas bin Malik radhiyallaahu
‘anhu mengatakan kepada beliau, “Nikahkanlah keduanya wahai Abu Bakr
karena aku mengenalnya adalah seorang yang baik agama dan akhlaknya.” Maka
menikahlah keduanya dengan dipersaksikan ileh para sahabat kibar (senior) dan
dido’akan kebaikan. (Lihat Suwar min Hayaat ash-shahaabah124)
Muhammad
bin Sirin dilahirkan pada dua tahun terakhir dari kekhalifahan Umar bin
Khaththab radhiyallaahu ‘anhu –atau ada yang mengatakan dari
kekhalifahan Utsman bin Affan radhiyallaahu ‘anhu– namun al-Imam
adz-Dzahabi menegaskan pendapat kedua itu lebih tepat, karena kalau seandainya
beliau lahir pada masa kepemimpinan Umarradhiyallaahu ‘anhu maka
beliau akan seumur dengan al-Hasan bin Ali padahal kenyataannya Muhammad bin
Sirin lebih muda beberapa tahun dari al-Hasan. (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/6o7)
Beliau
adalah salah satu ulama tabi’in ynag terkemuka, seorang yang Allah Ta’alaa beri
kecerdasan akal, ketinggian akhlak, kemuliaan wara’, penyantun kepada manusia,
ahli ibadah di malam hari, dan ahli puasa di siang harinya.’
Muhammad
bin Jarir ath-Thahari rahimahullaah berkata, “Ibnu Sirin
adalah seorang yang faqih, ‘alim, wara’, berakhlak tinggi, dan memiliki banyak
hadits yang dipersaksikan oleh para ahlul ilmi dan kemuliaan.” (Siyar A’lam
an-Nubala’ 4/601)
PUJIAN
ULAMA KEPADA BELIAU
Setelah
Muhammad bin Sirin tumbuh menjadi seorang pemuda yang dididik dalam sebuah
rumah yang sangat memperhatikan kedislipinan akhlak dan wara’ (menjaga
diri melakukan keharaman Allah Ta’alaa), maka mulailah ia belajar dan menimba
ilmu kepadakibar (pembesar) sahabat dan menjadikan masjid
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallamsebagai madrasah hingga ia
menjadi slah satu pemuda terbaik dari didikan para sahabat Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam .
Dari
Utsman al-Bhitti ia berkata. “Tidak ada di kota Bashrah seorang pun yang
mengetahui tentang putusan hukum selain Muhammad bin Sirin.” (Siyar A’lam
an-Nubala’ 4/6o8)
Dari
Hisyam bin Hassan berkata, “Telah menceritakan hadits kepadaku seorang yang paling
jujur yang pernah aku jumpai, beliau adalah Muhammad bin Sirin.” (Tahdzibul
Kamaal 25/350)
Berkata
al-Ajli, “Muhammad bin Sirin adalah seorang tabi;in tsiqah (terpecaya)
dan lebih banyak meriwayatkan hadits dibanding qadhi Syuraih dan Ubaidah.”
(Tahdzibul Kamaal 25/350)
Dari
Ibnu Aun ia berkata, “Ada tiga orang yang kedua mataku tidak pernah melihat
orang lain yang semisal mereka, yaitu Ibnu Sirin di Irak, al-Qasim bin Muhammad
di Hijaz, dan Raja’ bin Haiwah di Syam. Seolah-olah mereka pernah bertemu lalu
saling berwasit untuk mengajarkan ilmu.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/464)
POTRET
IBADAH DAN KEWARA’AN BELIAU
Bersikap
Waro’ dari keharaman-keharaman Allah ‘Azza wa Jalla adalah seperti barang yang
langka di zaman ini, namun itu tidak pada zaman keemasan, zaman kejayaan islam,
tiga generasi pertama dari umat ini. Dan diantara imam dalam waro’, sangat
berhati-hati dalam berfatwa dan juga ahli ibadah adalah imam tabi’in Muhammad
bin Sirin.
Dari
Ayyub bin Hisyam: “Ibnu Sirin selalu sehari puasa dan seharinya lagi berbuka
dan demikian seterusnya.” (Thabaqat Ibnu Sa’d 7/200)
Berkata
Anas bin Sirin: “Adalah Muhammad bin Sirin memiliki kebiasaan membaca do’a-do’a
tertentu di waktu malam dan bila terluputkan maka beliau menggantinya di siang
harinya”. (Thabaqat Ibnu Sa’d 7/200)
Berkata
Bakr bin Abdillah al-Muzani: “Barangsiapa ingin melihat seorang yang paling
waro’ yang pernah aku jumpai, maka lihatlah Muhammad bin Sirin”. (Siyar
A’lam an-Nubala’4/614)
Berkata
al Khothib al Baghdadi: “Muhammad bin Sirin adalah salah satu tokoh ahli fiqh
terkemuka di kota Bashroh, dan beliau adalah seorang ulama yang dikenal dalam
kewaroannya di zamannya”. (Tarikh Baghdad 5/300)
Dari
Abdul Hamid bin Abdillah bin Muslim bin Yasar ia berkata: “Tatkala Muhammad bin
Sirin dijebloskan ke penjara, (karena iba) Sang penjaga mengatakan kepada
beliau: ‘Apabila datang waktu malam (Kalau engkau mau-Pent) pulanglah ke
keluargamu lalu di waktu subuh segera kembali lagi’. Namun berkata Muhammad bin
Sirin: ‘Tidak, saya tidak mau tolong-menolong dalam mengkhianati sulthon (pemimpin)”.
(Tarikh Baghdad 6/334)
Dari
Asy’ah ia berkata: “Adalah Ibnu Sirin apabila beliau ditanya tentang masalah
yang berkenaan dengan halal dan harom maka tiba-tiba berubah raut wajahnya,
hingga seolah-olah ia bukan seperti sebelumnya”. (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/613)
SIKAP
BELIAU KEPADA AHLU BID’AH
Seorang sunni tidak
akan pernah membiarkan ahlul bid’ah, ahlul ahwa’ (pengekor
hawa nafsu) berkeliaran di muka bumi ini, karena pada hakikatnya mereka merusak
bukan memperbaiki, mengubur sunnah-sunnah Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bukan menjunjung tinggi ajaran beliau. Sekalipun
tampaknya ucapan-ucapan mereka dihiasi dengan senyuman, dibalut dengan keindahan
bahasa ilmiah, sebenarnya mereka sedang menghembuskan racun yang berbahaya lagi
mematikan. Maka, mari kita melihat panutan kita dalam bermu’amalah kepada ahlul
bid’ah.
Dari
Syu’aib bin al-Hibhab ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Ibnu Sirin, ‘Apa
pendapatmu bila seorang mendengarkan ucapan seorang ahlul ahwa’ (pengekor
hawa nafsu)?’ Beliau menjawab, ‘Kita tidak boleh mendengarkan ucapannya, dan
tidak ada kemuliaan pada diri mereka.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/611)
Dari
Ibnu Aun ia berkata, “Datang seorang laki-laki menemui Muhammad bin Sirin lalu
berbicara miring seputar masalah takdir, lalu beliau membaca ayat Allah ‘azza
wa jalla:
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ
بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِتَاىءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ –
النحل: 90
Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.(QS. An-Nahl [15]: 90)
Kemudian
beliau memasukkan dua jarinya ke telinganya sseraya mengatakan. “Silakan,
engkau yang pergi atau aku yang akan meninggalkanmu.” Lalu laki-laki itu pun
pergi meninggalkan beliau, kemudian beliau berkata, “Sesungguhnya hatiku bukan
atas kuasaku, dan aku khawatir jangan-jangan ia menghembuskan syubhat ke dalam
hatiku sedang aku tidak mampu menolaknya, maka aku lebih senang untuk tidak
mendengar ucapan-ucapannya.” (Thabaqat Ibn Sa’d 7/197)
KEAHLIAN
DALAM MENYIBAK TABIR MIMPI
Kejernihan
hati seseorang, kebeningan tujuan dan harapan, sserta kecerdasan akal yang
tidak ternodai, terkadang akan tampak pada kemahiran dalam menilai dan
keberkahan pada setiap apa yang ia pilih dan tentukan. Menyibak tabir mimpi
adalah karunia ilahi yang tidak bisa di pelajari di bangku-bangku sekolah atau
di meja-meja para dosen, namun hal itu merupakan pemberian mutlak dan karunia
Allah ‘azza wajalla sebagai salah satu wujud pertolongan-Nya,
kepada hamba-Nya yang Dia ridhai.
Berkata
al-Imam adz-Dzahabi rahimahullaah , “Sungguh pada diri
Muhammad bin Sirin banyak keajaiban, yang bila dibukukan maka akan sangat
panjang, maka itu merupakan pertolongan ilahi kepada beliau.” (Siyar A’lam
an-Nubala’ 4/618)
Dari
Abdullah bin Muslim al-Marwazi, “Dahulu aku selalu bermajelis kepada Muhammad
bin Sirin, lalu aku pindah dan bermajelis kepada al-Ibadiyah, lalu aku melihat
dalam mimpi seolah-olah aku bersama suatu kaum yang memikul jenazah Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam, lalu aku balik menemui Ibnu Sirin dan aku ceritakan
hal itu lalu beliau menjawab, ‘Mengapa engkau ikut bermajelis dengan
orang-orang yang hendak menguburkan apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam.’” (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/617)
Dari
abu Qilabah ia berkata, “Ada seorang yang datang kepada Ibnu Sirin lalu
berkata, ‘aku bermimpi seakan-akan aku kencing darah.’ Lalu beliau berkata,
‘Apakah engkau mendatangi istrimu sedang ia dalam keadaan haid?’ Ia menjawab,
‘Benar.’ Lalu beliau mengatakan, ‘Bertakwalah kepada Allah ‘azza wa jalla, dan
jangan engkau ulangi.’” (Hilyatul Auliya’ 2/227)
Dari
Mubarak bin Yazid al-Bashri ia berkata, “Ada seorang laki-laki bertanya kepada
Ibnu Sirin, ‘Sungguh aku melihat dalam mimpiki seolah-olah aku terbang di
antara langit dan bumi.’ Lalju beliau menjawab, ‘Engkau adalah seorang yang
banyak berkhayal.’” (Hilyatul Auliya’ 2/228)
Akhirnya,
beliau meninggal dunia pada bulan Syawal tahun 110 H dengan meninggalkan
berbagai warisan ilmu, akhlak, dan qudwah hasanah, yang selayaknya
bagi seluruh kaum muslimin mencontoh dan meneladani para salaf mereka yang
shalih. Semoga Allah ‘azza wa jalla merahmati Muhammad bin Sirin dan
menempatkan beliau di tempat yang tinggi di sisi Rabb-Nya . Aamiin.
MUTIARA
TELADAN
Beberapa
catatan penting dari perjalanan hidup beliau yang hendaknya menjadi qudwah(teladan)
bagi kita adalah:
1. Termasuk
Kebaikan Islam seseorang adalah hendaknya seorang muslim berusaha untuk selalu
memupuk keimanannya dan menjauh dari syubhat dan kerancuan yang dapat meracuni
pemahamannya dari ajaran yang haq, yang hal itu selalu dihembuskan oleh ahlul
ahwa’, maka meninggalkan mereka dan tidak menjadikan mereka sebagai teman
adalah sebuah tindakan preventif yang diajarkan oleh para salaf kita. Dan Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam juga telah mengisyaratkan dalam sabdanya:
الرَجُلُ
عَلَى دِينِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seorang
itu sesuai dengan agama teman akrabnya, maka hendaklah masing-masing kalian
melihat siapa teman akrabnya.” (HR. Abu Dawud 4/259, at-Tirmidzi
4/589)
2. Takwa
dan wara’ adalah perhiasan seorang muslim yang hakiki. Keikhlasan dalam
menuntut dan mangamalkan ilmu akan terbiaskan dalam amal perbuatannya sehingga
menghasilkan buah takwa yang indah dan wara’ yang tinggi.
3. Barangsiapa
yang menolong agama Allah ‘azza wajalla maka Allah ‘azza
wajalla akan menoloong dirinya baik di dunia maupun di akhirat,
sehingga Allah ‘azza wajalla akan menundukkan hati-hati
manusia untuk menerima seruannya dan akan memberikan keutamaan-Nya yang hanya
diberikan kepada orang-orang yang Allah ‘azza wajallakehendaki dari
hamba-hamba-Nya yang shalih.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar anda !